Oleh : Hamdan Nata Baschara, S.H., M.H
Praktisi Hukum & Pemerhati Budaya.
(Ketua Waruga Wangsa ; Organisasi Keluarga Besar Trah Yudha negara)
Cakrabanten.id,- Menghadapi musyawarah besar Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang, perlu kiranya melakukan refleksi historis kehadiran dan eksistensi dewan kesenian. Dewan Kesenian Jakarta menjadi cikal bakal lahirnya dewan Kesenian diberbagai daerah sekalipun baru di atur regulasinya tahun 1993 oleh Intruksi mendagri Nomor 5A Tahun 1993.
Dewan Kesenian Jakarta menunjukan eksistensinya sejak Gubernur Ali Sadikin dengan memberikan berbagai fasilitas kepada Seniman dan budayawan serta membangun berbagai fasilitas seni dan budaya seperti Taman Ismail Marzuki.
Model pembinaan terhadap para seniman dan budayawan beserta kelembagaanya kemudian banyak di adopsi oleh berbagai daerah saat itu.
Konferensi ketiga Dewan Kesenian se-Indonesia di Ujung Pandang tahun 1992 menandai babak baru sejarah eksistensi Dewan Kesenian di Indonesia, dalam konferensi tersebut merekomendasikasi agar Dewan Kesenian tidak hanya berdiri di beberapa daerah tertentu saja tetapi harus berdiri di semua wilayah yang di Indonesia.
Hasil konferensi Dewan Kesenian Se Indonesia disambut baik oleh Menteri Dalam Negeri Ali Sadikin dengan dikeluarkannya Intruksi Menteri Dalam Negeri no 5A Tahun 2023 tentang Pembentukan Dewan Kesenian Dan Pembangunan Gedung Kesenian di Daerah tingkat I dan II. Melalui Intruksi Menteri Dalam Negeri banyak Kepala Daerah Tingkat I dan II waktu itu dan menuruskanya dengan membentuk Dewan Kesenian melalui Peraturan Bupati / Walikota atau Keputusan Bupati/Walikota.
Oleh karena Beleid tersebut bersifat umum maka banyak memberikan penafsiran yang berbeda beda sehingga ruang regulasi tersebut kurang memberikan ruang kepada Seniman dan budayawan untuk berkiprah di Dewan Kesenian yang ada hanya di isi oleh para birokrat, maka tak heran banyak seniman dan budayawan menjadi penonton di panggungnya sendiri.
Landasan Sosiologis Dan Yuridis Pemajuan Kebudayaan.
Kabupaten Tangerang memiliki entitas seni dan budaya yang unik sehingga menjadi identitas daerah. Entitas tersebut hasil akulturasi dari Sunda, Jawa Serang, Betawi dan Tionghoa yang sudah berlangsung sejak berdirinya wilayah Tangerang serta semestinya menjadi salah satu tradisi yang dipertahankan hingga saat ini.
Maka oleh karenanya Pemajuan kebudayaan di Tangerang memiliki landasan sosiologis yang berakar pada keragaman budaya, sejarah, dan dinamika sosial masyarakatnya. Sebagai wilayah dengan masyarakat multikultural, Tangerang memiliki potensi besar dalam pengembangan budaya yang inklusif dan progresif.
Issue Pemajuan Kebudayaan bagi para praktisi seni budaya dan pemerintah menjadi perhatian serius sehingga tahun 2018, Era Bupati Ahmad Zaki Iskandar mensyahkan Perda No.6 Tahun 2018 tentang Kebudayaan. Peraturan tersebut mengatur tentang pengelolaan kebudayaan daerah, termasuk kesenian tradisional, sejarah, cagar budaya, dan permuseuman.
Perda tersebut bertujuan untuk meneguhkan jati diri daerah, membangun karakter daerah, meningkatkan citra daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam Beleid tersebut juga mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk membentuk organisasi kemasyarakatan bidang kebudayaan dan atau Dewan Kesenian.
Tranformasi Organisasi.
Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang (DKKT) memiliki peran sentral dalam pengembangan seni dan budaya daerah. Untuk tetap relevan di era perubahan yang cepat, DKKT perlu melakukan transformasi organisasi yang mampu meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan daya saingnya sebagai lembaga seni & budaya. Transformasi organisasi ini bertujuan menciptakan lembaga yang profesional, adaptif, dan inklusif dalam mengelola seni dan budaya lokal.
Bersama Bunda Ully menghadiri Milangkala Paguyuban Sumedang Larang Tangerang Raya
Strategi Transformasi Organisasi DKKT.
Menindaklanjuti lahir nya Perda Pemajuan kebudayaan maka strategi transformasi yang perlu dilakukan adalah :
– Retrukturisasi Organisasi
Meninjau kembali struktur organisasi DKKT adalah hal yang perlu dilakukan untuk memastikan efisiensi dan efektivitas serta ruang lingkupnya dengan melakukan penambahan nomenclatur menjadi Dewan Kesenian Dan Kebudayaan. Disamping itu Juga perlu mengadopsi pendekatan yang lebih kolaboratif, dengan melibatkan lebih banyak perwakilan dari komunitas seni, budaya, dan generasi muda.
– Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Untuk meningkatkan kapasitas keorganisasian maka perlu memberikan pelatihan dan pendidikan bagi anggota DKKT untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam manajemen seni,
pemasaran budaya, dan pengelolaan organisasi. Selain hal tersebut Organisasi membutuhkan figure kepemimpinan yang berkarakter dan yang mampu mengkolaborasikan serta mengakses kebijakan sehingga DKK Kab.Tangerang menjadi organisasi yang berdaya dan mandiri.
– Pemanfaatan Teknologi Digital.
Membuat platform digital untuk mendokumentasikan, mempromosikan, dan mengelola kegiatan seni dan budaya di Kabupaten Tangerang dengan mengembangkan sistem informasi manajemen yang mempermudah pengelolaan data, program, dan komunikasi internal sesuai amanat perda no 6 tahun 2018.
– Penguatan Jaringan dan Kemitraan.
Menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah, institusi pendidikan, komunitas seni budaya dan meningkatkan keterlibatan sektor swasta dalam mendukung program seni dan budaya.
-Evaluasi dan Monitoring Berkelanjutan.
Membuat mekanisme evaluasi rutin terhadap program dan kegiatan DKKT untuk memastikan dampaknya terhadap masyarakat. Menggunakan umpan balik dari komunitas seni dan masyarakat sebagai dasar untuk perbaikan organisasi.
Kesimpulan.
Transformasi organisasi Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang adalah langkah penting untuk menghadapi tantangan zaman dan meningkatkan kontribusi terhadap pelestarian dan pengembangan seni budaya lokal. Dengan mengutamakan profesionalisme, adaptasi teknologi, dan kolaborasi, DKKT dapat menjadi organisasi yang lebih efektif, inklusif, dan berdampak bagi masyarakat luas.