Example 728x250

Menghargai Perjuangan di Balik Prestasi FLS2N dan O2SN

Oleh : M. Heri Irawan, S.Kom

(Pemimpin Umum CAKRA Banten/ Mantan Wartawan Harian Umum Merdeka)

 

Cakrabanten.id,- Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) dan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) bukan sekadar ajang unjuk bakat di bidang seni dan olahraga. Lebih dari itu, kompetisi ini menjadi wadah pembentukan karakter bagi siswa, mengajarkan nilai disiplin, kerja keras, serta sportivitas. Namun, di balik kemegahan panggung kompetisi, ada tantangan besar yang dihadapi oleh para guru pembina dan sekolah dalam membina serta mendukung peserta didiknya.

 

Setiap kompetisi bergengsi tentu membutuhkan dukungan penuh, baik dari segi finansial maupun moral. Sayangnya, banyak sekolah yang masih kesulitan dalam hal pendanaan. Tidak sedikit guru pembina yang harus berjuang sendiri dengan anggaran terbatas, bahkan terkadang menggunakan dana pribadi demi memastikan siswanya bisa berlaga dengan optimal. Ironisnya, meskipun berhasil mengharumkan nama sekolah, desa, bahkan kecamatan, apresiasi yang diterima sering kali jauh dari harapan.

 

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak kepala sekolah dan guru pembina harus berjuang sendiri. Mereka berusaha semaksimal mungkin agar siswa dapat berkompetisi dengan baik meski fasilitas yang tersedia sangat terbatas. Sementara itu, dukungan dari pemerintah daerah dan pemangku kebijakan sering kali belum maksimal, membuat mereka harus mencari solusi kreatif untuk menutupi kekurangan yang ada.

 

Kepedulian dari kepala desa, camat, hingga dinas pendidikan sangat dibutuhkan agar pembinaan prestasi siswa dapat berjalan dengan baik. Sayangnya, masih banyak dari mereka yang kurang memberikan perhatian serius. Padahal, ketika siswa berhasil meraih juara, prestasi tersebut bukan hanya kebanggaan individu atau sekolah, tetapi juga bagi daerahnya. Tanpa penghargaan yang layak, semangat siswa dan guru pembina bisa saja meredup.

 

Contoh nyata datang dari seorang kepala sekolah di Balaraja, Kabupaten Tangerang, yang rela membawa bekal dari rumah untuk memastikan kebutuhan gizi siswanya terpenuhi saat berlaga di tingkat nasional. Upaya seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi jika ada sistem dukungan yang lebih baik dari pihak terkait. Hal serupa juga dialami oleh seorang guru tari di Kecamatan Solear, yang merasa dilema karena minimnya apresiasi bagi siswanya yang berhasil meraih juara. Ketika kerja keras mereka tidak dihargai dengan layak, justru muncul rasa kecewa yang berujung pada hilangnya semangat untuk terus berkompetisi.

 

Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin minat siswa terhadap kompetisi seperti FLS2N dan O2SN akan berkurang. Ketika kemenangan hanya dirayakan dengan seremoni tanpa penghargaan konkret, motivasi untuk berprestasi pun akan menurun. Hal ini tentu menjadi ancaman bagi perkembangan bakat dan potensi generasi muda.

 

Pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan, harus mulai mengambil langkah nyata. FLS2N dan O2SN bukan sekadar kompetisi tahunan, tetapi juga investasi jangka panjang dalam membentuk karakter dan keterampilan generasi penerus. Dukungan finansial, fasilitas yang memadai, serta sistem pembinaan yang lebih baik harus segera diwujudkan agar para siswa dan guru pembina bisa menjalani proses kompetisi dengan optimal.

 

Apresiasi yang lebih konkret sangat diperlukan bagi para juara dan pembinanya. Tidak cukup hanya memberikan ucapan selamat atau sesi foto bersama, tetapi harus ada bentuk penghargaan nyata seperti beasiswa, insentif pembina, hingga pengadaan fasilitas latihan yang memadai. Dengan begitu, prestasi yang diraih bisa menjadi motivasi berkelanjutan bagi siswa lain untuk mengikuti jejak kesuksesan.

 

Kolaborasi antara pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat juga harus diperkuat. Jika semua pihak saling bersinergi dalam mendukung pembinaan prestasi siswa, maka kualitas pendidikan dan kompetisi di tingkat nasional bahkan internasional akan semakin meningkat. Kesuksesan siswa bukan hanya ditentukan oleh kemampuan mereka, tetapi juga oleh ekosistem yang mendukung mereka untuk terus berkembang.

 

Selain itu, peran orang tua juga tidak boleh diabaikan. Dukungan keluarga menjadi faktor penting dalam membangun kepercayaan diri siswa. Motivasi dari rumah akan semakin memperkuat semangat mereka dalam menghadapi kompetisi, sehingga mereka lebih siap dalam menghadapi tantangan di masa depan.

 

Sudah saatnya kita mengubah paradigma dalam menghargai kerja keras siswa dan guru pembina. Mereka tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri. Jika prestasi adalah tujuan, maka apresiasi yang layak adalah bahan bakarnya. Dengan memberikan penghargaan yang pantas, kita tidak hanya menjaga semangat mereka tetap menyala, tetapi juga membangun generasi yang siap bersaing di kancah yang lebih luas.

 

Mari jadikan FLS2N dan O2SN sebagai ajang yang benar-benar membawa manfaat besar. Bukan hanya sebagai tempat bertanding, tetapi sebagai sarana pembinaan jangka panjang bagi generasi muda. Karena sejatinya, masa depan bangsa ditentukan oleh bagaimana kita menghargai dan mendukung talenta-talenta muda untuk terus berkarya dan berprestasi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *