Example 728x250

Suasana Ramadhan di Masjid Raya Al Batani

Masjid Raya Albatani yang berada di komplek Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten Jl. Syekh Nawawi Al-Bantani Palima, Kel. Sukajaya, Kec. Curug Kota Serang, Banten – diambil dari arah bagian kiri (Foto asli : Eddy Kusmaya)

 

Banten.- Sudah direncanakan dari awal, dalam satu urusan keluarga – Cakra Banten sengaja mampir sholat Dzuhur di Masjid Raya Albatani yang berada di komplek KP3B (Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten Jl. Syekh Nawawi Al-Bantani Palima, Kel. Sukajaya, Kec. Curug Kota Serang, Banten 42171.

 

Dari mulai masuk gerbang sudah kelihatan kemegahan masjid ini. Karena hari Minggu, aktivitas dalam komplek KP3B sepi. Sehingga kami dengan mudah meluncur ke mesjid tersebut. Halaman parkir masjid cukup luar, sepertinya puluhan kendaraan bisa diparkir disini.

 

Begitu masuk teras masjid sudah terasa suasana psikologi religi masyarakat Banten. Walaupun saat libur kantor, jamaah tetap ramai termasuk para musyafir yang sedang melakukan ibadah.

 

Mesjid Raya Al-Bantani di Serang, Banten, merupakan sebuah masjid megah yang menjadi pusat kegiatan keagamaan di provinsi tersebut. Nama masjid ini diambil dari nama provinsi Banten dalam bahasa Arab.

 

Masjid ini memiliki arsitektur yang unik, menggabungkan gaya khas Turki dan lokal Banten. Dari luar, masjid ini tampak menggabungkan empat menara di setiap sudut yang menyatu dengan bangunan utama, mirip dengan Masjid Sultan Ahmed di Istanbul. Atap masjid menggunakan kombinasi gaya Nusantara dengan atap limas tumpang tiga dan gaya Arab dengan kubah di ujung atap, mirip dengan Masjid Agung Jawa Tengah.

 

Dari dalam, masjid ini terasa sangat lapang karena tidak menggunakan tiang penyangga. Plafon masjid yang polos dengan menampilkan rangka besi penyangga atap beralur mengerucut ke atas semakin menambah kesan artistik. Seni ukir kayu jati yang mengombinasikan kaligrafi huruf Arab dan motif khas Jawa mendominasi dinding depan.

 

Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani ulama Indonesia bertaraf internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram. Ia lahir di Kampung Tanara, Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, pada tahun 1815 Masehi atau 1230 Hijriyah.

 

Kita semua sudah mengetahui mengapa masyarakat Banten khususnya sangat menghormati Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, juga dikenal sebagai Al-Batani, sehingga dijadikan nama Masjid Raya. Beliau adalah seorang ulama Indonesia bertaraf internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram. Ia lahir di Kampung Tanara, Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, pada tahun 1815 Masehi atau 1230 Hijriyah.

 

Syekh Nawawi adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab, dengan jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Ia juga dikenal sebagai seorang nasionalis yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.

 

Beberapa gelar kehormatan yang disematkan kepada Syekh Nawawi al-Bantani antara lain: al-Sayyid al -‘Ulama al-Hijaz (tokoh ulama Hijaz) atau Sayyidul Hijaz (penjaga Hijaz), Nawawi at-Tsani (Nawawi kedua), al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam), A’yan ‘Ulama al-Qarn ar-Ram ‘Asyar Li al-Hijrah (tokoh ulama abad 14 Hijriyah) dan Imam ‘Ulama Al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci).

 

Syekh Nawawi juga memiliki beberapa karamah, antara lain:Telunjuk bersinar dan dapat menjadi lampu penerang. Pada suatu waktu, Syekh Nawawi pernah mengarang kitab dengan menggunakan telunjuknya sebagai lampu. Syekh Nawawi juga dapat melihat Ka’bah dari tempat lain yang jauh, seperti yang terjadi saat ia mengunjungi Masjid Pekojan, Jakarta.

 

Sedikit filofofis dan arsitek Masjid Al-Batani Serang Banten. Jika dilihat sepintas dari luar, masjid tampak menggabungkan gaya khas arsitektur Turki dan lokal Banten. Gaya Turki dapat dilihat pada penggunaan empat menara di setiap sudut yang menyatu dengan bangunan utama itu sendiri. Bentuk ini mengingatkan pada bentuk Masjid Sultan Ahmed di Istanbul.

 

Adapun bagian atap menggunakan kombinasi gaya Nusantara yang diwakili oleh atap limas tumpang tiga serta gaya Arab dengan keberadaan kubah di ujung atap. Model atap masjid ini seperti yang terdapat di Masjid Agung Jawa Tengah.

 

Di dalam akan terasa sangat lapang karena tidak menggunakan tiang penyangga. Kalaupun ada ruang yang tertutup oleh lantai atas, hanya sekitar seperlima dari luas ruang keseluruhan. Plafon masjid yang sengaja dibiarkan polos dengan menampilkan rangka besi penyangga atap beralur mengerucut ke atas semakin menambah kesan artistik.

 

Seni ukir kayu jati yang mengombinasikan kaligrafi huruf Arab dan motif khas Jawa mendominasi dinding depan, mulai dari ornamen hias di dinding, pigura, mihrab, hingga mimbar.

 

Masjid juga dilengkapi fasilitas penunjang dalam rangka aksebilitas penyandang cacat. Beberapa bagian lantai bangunan dan pintu masuk yang dibangun dengan tujuan tersebut diberi ciri khusus.

 

Mengingat hasil akhir keseluruhan bangunan tampak nyaris sempurna, banyak yang tidak menyangka jika masjid ini dibangun dengan proses pembangunan fisik yang relatif cepat. Sebuah mahakarya teknis yang menciptakan detail keindahan dalam balutan religiusitas.

 

Cakra Banten mencoba mencari sumber yang bisa dipercaya, belum dapat menemukan informasi tentang arsitek yang merancang Masjid Raya Al-Bantani. Namun, masjid ini merupakan salah satu contoh arsitektur Islam yang indah dan unik di Indonesia. *Bahan tulisan, dari berbagai sumber, (Eddy Kusmaya : Pimred Cakra Banten)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *